Rabu, 17 September 2008

DIALOG & REKONSILISASI BUDAYA






I. PENDAHULUAN


A. LATAR BELAKANG

Kehidupan Individu dalam Keluarga, kelompok masyarakat, baik antar Internal Kelompok sering terjadi konflik interest (benturan kepentingan) hal ini sudah terjadi sejak jaman Purba yakni antara Anak-anak adam dan Hawa yaitu konflik antara Kain dan Habel , juga konflik antara suku bangsa yakni Israel dan Palestina, juga konflik antara Kampung. Pada dasarnya konflik terjadi karena sifat : Iri, Dengki, Marah, Curiga, Semburu, dan lain-lain.
Konflik yang sama terjadi juga disekitar kita akibat masalah batas tanah, masalah permainan bola, masalah cinta antar pemuda, masalah pribadi yang tidak dapat diidentifikasi lebih dahulu, akhirnya menyebarkan efek yang lebih luas, dan melibatkan unsur: Agama, Pemerintah, dan Adat
Mencermati akan hal diatas maka Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Maluku Tenggara Barat mulai mengadakan identifikasi masalah dan mencari solusi melalui ”Dialog Budaya” atau yang lazim dikenal dengan Nama : ”Tafai Dalam”
Mendasari akan Visi dan Misi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata khususnya di Bidang Budaya yaitu Terwujudnya ”Citra Budaya” dan ”Pesona Wisata” dalam meningkatkan Ketahanan Budaya dan Pembentukan Jati Diri menuju masyarakat yang berIman, Beradab, dan Berbudaya
Dalam Kunjungan Bupati Maluku Tenggara Barat Drs. S. J. Oratmangun ke Kecamatan Kormomolin, Saudara Masela disampaikan bahwa konflik terbanyak di Kecamatan Kormomolin dan itu dilaksanakan di O’Lusi Raya (6 Desa)
Dari hasil kunjungasn itu Dinas Kebudayaan dan Pariwisata menjabarkan dalam Rencana Strategis yaitu ”Dialog Budaya” yang diawali dengan :
1. Botol Fabotin (Pemberitahuan)
2. Pendalaman Masalah/Identifikasi
3. Pra Dialog/Kesepakatan Dialog

Perlu untuk disadari bahwa dialog budaya ini merupakan ”Dialog Perdana” yang dimotori oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Maluku Tenggara Barat, untuk itu diharapkan dampak/pengaruhnya untuk dapat diadakan Dialog yang sama pada desa-desa konflik lainnya.




B. PERMASALAHAN

Dari hasil identifikasi permasalahan di Kecamatan Kormomolin maka ditemui 2 (dua) Daerah Konflik, yaitu:
1. Konflik antar Desa-desa di Alusi Raya
2. Konflik antar Desa-desa di Meyano Raya
Dari 2 (dua) masalah konflik maka Dinas Kebudayaan dan Pariwisata memilih Alusi Raya sebagai awal pelaksanaan dialog budaya.
Konflik yang dimaksudkan adalah konflik akibat batas tanah /petuanan yang tidak jelas.


C. MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud dan Tujuan dilaksanakan dialog budaya ini adalah : Terwujudnya ”Rekonsiliasi” atas dasar budaya lokal yang menjadi akar pemersatu persaudaraan menuju suatu Perdamaian


D. WAKTU DAN TEMPAT

1. Waktu Pelaksanaan : 12 s/d 18 September 2008
2. Tempat : Natir Resitalu
Adapun waktu pemilihan kegiatan ini adalah bulan September dimana merupakan Bulan Kitab Suci, dengan demikian Firman Tuhan akan menuntun rekonsiliasi ini.
Sementara Tempat Natir Resitalu sebagai sejarah peradaban awal Suku O’Lusi Raya berkumpul merupakan perekat dan pemersatu Budaya Lokal




II. RUANG LINGKUP


Dialog Budaya yang dilaksanakan ini merupakan integrasi : Agama, Pemerintahan, dan Adat sebagai satu persatuan yang dikenal dengan ”Paradigma Tiga Batu Tungku” yang meliputi:
1. Materi Agama akan menyoroti konflik dan solusinya melalui Hukum Agama
2. Materi Pemerintahan memberi pemahaman tentang Hukum Positif (KUHP) dalam menyelesaikan Konflik
3. Materi Budaya memberikan batasan tentang penyelesaian konflik dari Dimensi Hukum Adat (Duan-Lolat)
Untuk itu secara khusus saya menyoroti dari Asoek Budaya dan Adat Istiadat.
Pertama-tama perlu kita mengerti dan memahami definisi Budaya itu sendiri:

Budaya : suatu Kebiasaan dan Nilai-nilai tertentu yang diakui secara umum atau bersama-sama dalam sebuah masyarakat yang hidup disuatu tempat. Budaya merupakan produk kolektif atau produk bersama menghasilkan suatu ukuran dan rangkaian tindakan dan dipakai sebagai acuan untuk menilai tindakan orang lain. (Mengelola konflik).
Kebudayaan : Keseluruhan yang kompleks yang didalamnya terkandung Ilmu Pengetahuan, Kepercayaan, Kesenian, Modal, Hukum, Adat Istiadat dan Kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat. (E.B. Taylor)

Jadi Kebudayaan mengandung 3 (tiga) aspek, yaitu:
1. Aspek Material
2. Aspek Perilaku
3. Aspek Ide

Mencakup :
1. Peralatan hidup, arsitektur, pakaian, makanan, hasil teknologi, dan lain-lain
2. kegiatan ritual kelahiran, perkawinan, kematian, pembangunan, pertunjukan.
3. keyakinan, pengetahuan, nilai-nilai, norma dan lain-lain, dan sebagai wujud kongkritnya yang kita ketahui, seperti: duan lolat

dalam kehidupan bermasyarakat Budaya digunakan dalam berbagai aspek, antara lain:

1. Budaya sebagai faktor dalam Konflik
Ketika ada konflik politik, sosial, maka Budaya akan muncul sebagai faktor yang harus diakui untuk itu dalam menyelesaikan konflik maka dibutuhkan pengetahuan tentang Budaya Lokal/setempat, Bagaimana Kehidupan Beragama, Bermasyarakat.
Namun perlu dipahami bahwa budaya lokal tersebut seiring dengan perkembangan jaman mengalami Interfensi baik Internal dan Eksternal.
Untuk itu perlu disadari bahwa budaya konflik sebenarnya sudah ada sejak dulu, baik antar pribadi denga pribadi maupun kelompok dengan kelompok.

2. Budaya sebagai Sumber daya untuk Perdamaian.

Berbagai tradisi yang baik tumbuh dan berkembang dalam masyarkat, seperti: Pela Gandong , Ai wai, Sasi, dan lain-lain
Ada budaya yang dilembagakan seperti: Duan Lolat dalam mengatasi masalah “Perkawinan, Kelahiran, Kematian, Pembangunan, dan lain-lain.
Banyak lagi contoh yang perlu kita angkat yang berkembang secara turun temurun dan telah diuji sebagai nilai dan norma yang hidup dan berkembang.

3. Budaya, Komunikasi dan Perselisihan

Bila terdapat perbedaan budaya dalam masyarakat akan menimbulkan konflik. Hal ini dipandang perlu untuk mengembangkan komunikasi antar kelompok yang berbeda aga timbul saling pengertian. Konflik terjadi karena komunikasi tidak ada, maka muncul curiga, iri hati, dendan dan sebagainya.

4. Kesalahpahaman Karena Budaya

Sering terjadi konflik dimana-mana antar etnik yang berbeda budaya, seperti di Afrika Selatan antara suku yang berkulit hitam dan putih atau Budaya Barat dan Budaya Timur, Islam dan Kristen, Suku dengan Suku lain, atau karena tergusurnya orang asli dan pendatang, dan lain-lain.





5. Hak-hak Azasi dan Budaya

Sering kita tidak dapat memahami dan mengerti mana hak-hak pribadi /individu sesorang dan norma, nilai dan hak-hak universal/umum. Sering terjadi pemaksaan keinginan pribadi terhadap kepentingan bersama.
Hak-hak pribadi seperti:
- Hak untuk hidup yang layak: makan, minum, rumah, pakaian, dan lain-lain.
Hak-hak umum seperti:
- Hak untuk mendapat pelayanan umum seperti: pendidikan, kesehatan, listrk, air, telepon, dan lain-lain.
Semua hak itu hendaknya dilembagakan dengan aturan yang jelas agar tidak terjadi benturan/konflik.

6. Agama dan Budaya

Agama mengajarkan tentang iman kepercayaan dimana kesadaran manusia akan adanya Tuhan Yang Maha Esa dan manusia serta Alam Ciptaan Tuhan sebagai satu persatuan dan kesatuan antara Tuhan dan Manusia.
Sering terjadi konflik antara agama dan budaya dimana agama banyak memberi hukuman terhadap pelanggaran berupa Non Fisik atau hukuman moril, sementara Budaya dan Adat Istiadat Lokal banyak menyoroti hukuman berupa Fisik atas sebuah pelanggaran atau konflik.
Adanya pengakuan bahwa agam lebih dari segalanya (Secularisasi) seperti Roma sebagai Negara Agama, Arab sebagai Negara Agamal namun ada juga yang menganggap bahwa Budaya adalah yang utama seperti Bali, Suku Badui dan sebagainya, sering terjadi karena adanya anggapan adanya kelompok Mayoritas dan Minoritas. Oleh sebab itu regulasi aturan baik tentang batasan agama dan budaya harus jelas dipahami, seperti adanya ajaran tentang “Toleransi”.
Namun disisi lain Agama dan Budaya juga punya hubungan Adat yang erat, seperti Agama dapat mengontrol Kekuasaan yang berlebihan

 Secara Singkat dapat disimpulkan bahwa Budaya adalah : Bahasa Etnis, Cara HIdup, Nilai-nilai dan Adat yang berlaku dalam masyarakat.
Untuk itu Hubungan kekerabatan memegang peranan penting dan hendaknya diwariskan turun temurun dan yang menjadi kuncinya adalah: Pengenalan terhadap Identitas setiap orang, Keluarga dalam hidup bermasyarakat.
Identitas yang tidak jelas akan menimbulkan konflik. Identitas yang jelas akan menghindarkan kita dari konflik.
Identitas yang dimaksud adalah:
1. Bahasa
2. Agama
3. Wilayah
4. Organisasi Sosial
5. Budaya
6. Ras
Dengan mengetahui identitas maka otomatis kita mengetahui tentang ”Latar Belakang” seseorang, seperti Identitas Probadi kita, Siapa Orang tua kita; Ayah, Ibu, dan sebagainya.
Dengan demikian kita dapat bertanya Siapakah saya? Darimanakah asal-usul saya? Bagaimana hubungan saya dengan Orang lain? Apa peranan hokum Duan Lolat?







III. INTEGRASI TIGA BATU TUNGKU
( PEMERINTAH, AGAMA, DAN ADAT )



1. * Agama mengajarkan orang untuk ”Beriman”
* Pemerintah (Bangsa/Negara) mengajarkan orang untuk ”Beradab”
* Adat Istiadat mengajarkan orang untuk ”Beradab”

2. *Agama lebih mengajarkan hubungan ”persatuan” manusia dengan Tuhan.
* Pemerintah mengajarkan kita tentang suatu peradaban antar orang yang satu dengan yang lain suku yang satu dengan yang lain, Bangsa yang satu dengan yang lain dengan titik berat pada nilai ”Persahabatan”
*Adat menitikberatkan pada hubungan antar Individu yang ada hubungan darah untuk itu Adat lebih menitikberatkan hubungan ”Persaudaraan” dalam suatu perspektif ”Kekeluargaan”.

Dengan memahami batasan dan hubungan masing-masing aspek diatas maka kita dapat menjawab bahwa untuk menyelesaikan suatu konflik hendaknya dilihat dari tiap aspek sesuai fungsinya.
Jelasnya agama dengan Nilai/Norma dan Hukumnya, demikian juga Negara/Pemerintah dan Adat. Sering ketiganya tidak berfungsi secara maksimal dan sifatnya ”Parsial”/sendiri-sendiri.
Ada 2 (dua) jenis kekerasan yang menimbulkan konflik, antara lain:

1. * Kekerasan yang terlihat
2. * Kekerasan yang tidak terlihat

ad.1. Kekerasan yang terlihat, seperti:
Pembunuhan, Pemukulan, Intimidasi, Penyiksaan.

ad.2. Kekerasan yang tidak terlihat, seperti:
bersumber pada: Sikap, Perasaan, dan nilai-nilai seperti: kebencian, Ketakutan, ketidakpercayaan, Rasisme, Seksisme, ketidakmampuan dalam bertoleransi.
juga bersumber pada kekerasan berstruktur atau melembaga baik menyangkut: Konteks, sistim dan struktur seperti: Diskriminasi dalam pendidikan, pekerjaan, pelayanan, kesehatan, globalisasi ekonomi, penyangkalan hak dan kemerdekaan, pemisahan, dan lain-lain.

Agar kekerasan yang menyebabkan konflik dapat dihindarkan maka kuncinya asalah: Pendidikan yang layak agar orang dapat mengetahui tentang: Haknya dan bagaimana Hubungan Sosial nya dalam masyarakat; orang semakin memahami Hak Individu, Hak Kelompok, dan Hak Masyarakat secara menyeluruh juga pemahaman akan Hak dan Budaya serta Hak dan Kesetaraan.






IV. KESIMPULAN


Dari seluruh uraian diatas dapatlah disimpulkan bahwa untuk menyelesauikan konflik hendaknya diadakan identifikasi terhadap isue-isue/masalah serta faktor-faktor penyebabnya terutama yang berhubungan dengan ”Kekuasaan” dan lembaga/institusi yang menanganinya terutama ”Qualitas Sumber Daya Manusia” yang Cerdas baik secara Intelektual, Spiritual dan Emosional sebagai Kunci Penyelesaian Konflik.




V. PENUTUP


Dialog Budaya ini bukan sebagai akhir/final dalam mengelola konflik, namun perlu adanya Lembaga Adat, Agama, Pemerintah yang permanen aturan hukum yang jelas dan tegas. Proses dialog selalu diberi ruang/tempat dan waktu, karena kita tidak hidup sendiri, namun hidup dalam keragaman.
Sadarilah bahwa konflik kapan saja dan dimana mengendalikannya ””Pengendalian Diri” adalah Juru Kunci mengatasi Konflik.

Akhirnya ”Tafai Dalim” lebih berharga daripada ”Tasong”.
Menyadari bahwa : ”Fatnyeme” adalah akar budaya dan ”Daing fety” hidup kita tidak sendirian tetapi hidup kita sebagai ”Mahkluk Sosial”.




***Ceramah ini disampaikan dalam rangka Dialog Budaya di Desa O’Lusi Raya Kecamatan Kormomolin, Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Tanggal 11 s/d 18 September 2008.***

1 komentar:

Phillo Naraha mengatakan...

wisata budaya MTB
Maluku, khususnya Maluku Tenggara sudah waktunya mengembangkan parawisata budaya sebagai aternatif incam daerah.
Produk kain tentun dalam berbagai motiv dan dalam macam asisoris, kerajinan tangan, emas adat perkawinanan, upacara adat, uppacara perkawinanan adat, tarian dan lagu daerah, pengembangan sopi sebagai minum kesegaran-vit, dan hasil kekayaan alam sudah waktunyanya menjadi perhatian wilayah.
Masyarakat didorong dan dipacu untuk mengelolah dan membangun tempat-tempat rekresi pantai yang indah dimaksimalkan. Penetapan bulan atau tahun waiata MTB dirancang dari sekarang dengan memperhatikasn musim dan cuaca alam.
Muatan lokal pendidikan budaya dan bahasa daerah, diprioritaskan karena ke depan pasti anak-anak akan menggantikan bahsa daerah dengan bahasa indonesia.
Mungkin ke depan dipoikirkan pembukaan akademi seni budaya di daerah maluku Tenggara; dengan tujuan bukan saja pengembangan budaya lokal tyetapi membuka kesempatan bagi generasi pendidik yang berbakat di dunia seni, akting dan presenter dll sebagai aternatif pemekaran lapangan pekerjaan baru.
akhirnya aku menyampaikan selmat berjuang para duan-lolat. terima salam ain ni ain untuk basudara kalwedo-kirabela. Salam khusus umtuk Ernes, Pa Hery, Pa Kundre.
Phillo depok-jakarta.